Roger Dubuis
Pagi ini saya memulai hari saya dengan mem-browshing jam tangan merk Roger Dubuis. Saya butuh tali jam baru karena yang lama sudah using dan perlu diganti. Saya sudah mengunjung i beberapa toko jam tangan tapi, tidak ada yang cocok. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk mencarinya di internet.
Sebuah jam tangan lama saya hadiah dari papa saat saya menyelesaikan kuliah S-1 saya. Sebuah jam berbentuk persegi yang ukurannya cukup besar, dengan bertabur batu di sekelilingnya, bingkai emas, dan strap kulit berwarna hitam putih.
Saya masih ingat ekspresi saya saat itu, bukannya merasa senang tapi malah ogah-ogahan menerima jam tangan pemberian papa saya. Dalam hati saya berkata, “Duh papa nih, norak amat ya! Emangnya aku ibu-ibu,pasti papa belanja dengan teman-teman kantornya y ang ibu-ibu itu!”
Keesokan harinya, saya masih enggan memakai jam tangan itu Namun papa saya bertanya,” Kok nggak dipakai?” Merasa tidak enak saya memakai jam itu, namun setelah turun dari mobil dan berganti naik angkot diam-diam saya melepas jam tangan itu dan menyimpannya di dalam tas saya.
Pernah suatu hari saya lupa melepas jam itu dan masih memakainnya saat di angkot, saya merasa jam tangan itu menjadi pusat perhatian penumpang lainnya. Bahkan ada seorang laki-laki yang penampilannya lebih mirip copet karena selalu celingak-celinguk ke sana ke mari berkomentar, “Jam tangannya gede banget, De! Hehehe…” Saya kesal! Apalagi penumpang lainnya di angkot seperti mengiyakan pendapat laki-laki itu dengan tersenyum dan menatap aneh pada saya.
Bahkan di tempat saya bekerja saat itu, hampir semua orang mengomentari jamtangan saya. Reaksinya bermacam-macam, ada yang langsung mengamit lengan saya dan melihat jam saya sambil “ck..ck..ck…” Ada yang senyum-senyum, bahkan yang lebih ekstrim tertawa terbahak-bahak dan berkata, “Ih jam lo aneh banget hahaha. Lo tau gak lo kayak inang-inang tukang tuker duit di terminal, mereka kan suka pake jam bapak-bapak. Apalagi emas hahahaha!”
Saya buru-buru melepas jam tangan saya dan menyembunyikannya di dalam tas. Hanya saja Nova, salah seorang rekan kerja saya melarangnya dan berkata, “Biarin aja, dia kagak tau mode. Liat aja bajunya, kemeja yang begitu mulu. Udah deh jangan didengerin pake lagi!”
Sejak saat itu saya tidak pernah lagi memakai jam tangan itu. Saya biarkan jam tangan itu teronggok di atas meja atau di dalam laci bersama tumpukan buku-buku saya. Meski kadang-kadang saya membutuhkan jam tangan itu karena jam yang biasa saya pakai batrainya habis, atau rusak saya selalu mengurungkan niat saya untuk memakai jam itu. Tak ada alasan bagi saya untuk memakai jam tangan itu, merknya saja Roger Dubuis. “Nama yang aneh bagi sebuah merek jam tangan”, piker saya waktu itu.
Saat ini saya sangat membutuhkan jam tangan sebagai penunjuk waktu mengajar saya. Kalau saja saya masih memiliki pilihan jam tangan lainnya untuk dipakai pasti saya tidak akan mau memakai jam tangan itu. Sayangnya, saya hanya punya dua jam tangan yang tersisa. Jam digital bermerk Speedo yang tali jamnya robek dan baterainya habis dan Jam tangan aneh bermerk Roger Dubuis. Saya memilih yang kedua karena jam itu kinetik dan tidak memerlukan batrai, meski saya tidak menyukainya.
Kalau saja saya dapat dengan mudah mencari tali jam tangan yang cocok untuk jam saya. Saya tidak akan pernah browshing di internet merk jam Roger Dubuis, sekaligus tahu bahwa jam yang saya miliki ternyata cukup berharga. Pantas saja papa selalu mengingatkan untuk memakai jam tangan itu.
Kadang-kadang kita selalu berlari mencari yang ada di luar sana tanpa mengetahui apa yang kita miliki ternyata lebih dari yang kita inginkan. Seandainya saya lebih terbuka, terhadap hal baru. Seandainya saya dapat lebih global dan tidak sempit mendengarkan opini di sekeliling saya. Seandainya saya lebih mendengar Nova yang berpikir positif, mungkin jam Roger Dubuis itu akan tetap bagus dan teraw at.
Saya akan berusaha mencari strap jam ini. Seandainya yang original terlalu mahal, mungkin saya akan mencari yang KW saja (hehehehe). Saya akan buat papa saya senang dengan memakai jam hadiah darinya. Satu hal penting yang saya pelajari, “Dari jam Roger Dubuis ini saya belajar,” ternyata saya terlalu sempit.
Terima kasih Papa.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home