Monday, October 09, 2006

Sepenggal lagu lama yang sajaknya tiba-tiba terbesit di benakku. “DIA ada di mana-mana. DIA ada di dalam jiwa.”

Sedetik lalu kehampaan menyerangku saat Ibu bercerita dengan haru tentang kesuksesan sorang teman kecilku. Menorehkan setitik rasa iri yang membuat darahku berdesir. Membuatku kembali melangkan pikiran kepada teman-temanku, semuanya sukses. Paling apes juga mereka berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negri melanjutkan studinya. Lebih dalam lagi aku mengingat orang-orang yang pernah kukenal, mereka telah menjelma menjadi orang-orang yang sukses.

Lalu aku? Tak lebih dari seorang manusia yang tak berguna. Mengais, mencoba menatap matahari yang tak pernah berani benar-benar kutatap.

Where is it?

Setelah kita saling berkirim email tadi siang, rasanya aku kangen banget sama kamu. Kangen sama celotehmu, ekspresi bodohmu, guyonanmu, pokoknya semuanya deh yang punya kamu. Meski logikaku sudah mencoba melarangku untuk datang kembali ke bagian memoriku saat bersamamu, tapi rasanya batin ini jadi tenang kalo lagi ingat kamu.

Aku tahu kalo untuk jalan bareng kamu itu nggak mungkin. Lha wong jatuh cinta sama kamu aja uah salah kok, apalagi mau sayang-sayangan berdua. Tapi sumpah aku kangen. Seperti kata yang selalu kutulis saat mengakhiri e-mailku “I Miss you Sooo….” Itu beneran lho, sungguh deh aku sangat-sangat kangen sama kamu. Meski sebagian akal sehatku merasa malu menuliskan kata-kata itu, tapi sebagian lagi cuek bebek lantaran gak sanggup lagi menyimpan rasa kangen ini. Lagi pula kaku yakin banget kalo kamu gak bakalan mikir apa-apa tentang kalimat “I miss you sooo….”, itu. Bukankah kita teman, wajar kan kalo teman saling rindu. *Hehehehe…itu sih cuma justifikasi aku aja tentang kamu, meskipun aku berharap kamu nggak nyadar akan hal itu.

Seandainya cinta itu bisa diatur dengan logika, pastinya gak ada orang yang stresss gara-gara suka sama orang yang salah.

Duh sampai saat ini aku masih mencari-cari kemana perginya logika yang kupunya itu?

Interval, selalu saja ada jeda.

Sebagian orang merasa jeda adalah pengganggu yang menyebalkan. Bayangkan saja ketika menyaksikan sebuah pertandingan sepak bola yang seru harus diselingi dengan iklan. Atau Anda sedang menyaksikan pertandingan seru moto GP atau F1 dan harus diselingi dengan jeda. Pastilah akan sangat menyebalkan, beberapa peristiwa penting dapat saja terjadi saat jeda.

Seorang perempuan muda, entah di belahan bumi sebelah mana menuliskan permintaan kepada Tuhan. Isi surat itu adalah: Its like that I have doomed, then problems be my middle name. No matter how hard I will try, everything goes wrong. Dear God, what have I done? I know I deserved to have all this problems. Therefore, would you please give me sometimes, even just to take a break? Please God I do need a break. even it almost injury time but I need a break..

Ternyata jeda memang penting, hanya saja penempatan waktunya yang kurang tepat. Seandainya semua fit on position, pasti kita tak menyadari betapa pentingnya jeda.

Brand New Journey

Berharap kan mendapatkan tempat yang lebih baik aku bangun dengan energi yang over loaded. Saking penuhnya, aku sampai tak bersemangat untuk makan sahur dan nekad berangkat saat pagi buta.

Pukul 05.00 saat sebagian orang baru saja selesai dengan sholat subuhnya atau sebagian lagi masih lelap dalam bangunan selimutnya setelah makan sahur tadi, aku berangkat meninggalkan rumah.

Meski dengan sedikit bersungut dan manyun aku berangkat. Diiringi doa dan restu dari kedua orang tuaku yang menatapku dengan wajah haru aku meninggalkan rumah.

“Broom…”, adikku menyetarter motor. Setelah merasa lengkap semuanya aku memantapkan langkahku menuju halaman depan.
“Assalamualakum ma, pa”, seruku.
“Waalaikum salam, Nduk hati-hati ya”, seru ayah dan ibuku.
“Nanti kalo naik bus, boleh tidur tapi jangan lupa tasnya harus dijaga”, ibuku menambahkan.
“Beres, berangkat dulu.”
“Ma, pa aku nganter Mbak dulu ya,” seru adikku dengan wajah lelah yang masih mengantuk.
“Hati-hati, nak. Jangan ngebut,” ayahku mengingatkan.

“Broom…” kami pun meluncur. Di perjalanan adikku masih saja bertanya mau diantar sampai mana. Sepertinya dia tak rela melepaskanku sendirian di jalan raya. Tapi aku tetap pada pendirianku.
“Turun di sini aja deh”, sahutku mantap.
“Sepi di sini, di sana aja.”

Saking super semangatnya, aku pun rela duduk setengah pantat sambil berdesak-desakan di angkot. Seandainya aku mau sedikit bersabar, pasti aku tak akan seperti ini. Tapi dengan semangat yang full loaded ini aku yakin mampu melalui apa pun. Ini hari pertamaku bekerja dan aku mau semua sempurna.

Waktu menunjukkan pulul 07.45 pagi. Aku sudah hamper tiba. Kuraih tasku dan sambil sedikit bersembunyi kuketik sms tuk seorang teman. “Heylow this is my first day. Wish can see u there.”

Tak lama kemudian sms balasan pun tiba. “Great, can’t wait to see u soon. I am happy to have u here, work with u again.” Aku tersenyum membaca isi pesan itu.

“Kiri bang”, seruku minta berhenti.

Pukul 08.00 “Yes! Masih banyak waktu!” sorakku dalam hati. Benar saja sampai di sana suasana masih sangat sepi. Hanya satpam dan beberapa office boy yang menjaga di depan. Aku masuk ke dalam, langsung menuju kamar mandi. Membersihkan wajahku dan membubuhkan sedikit make up di wajahku. Selama ini aku jarang memakai make up, tapi karena ini tuntutan pekerjaan aku berusaha untuk tampil sebaik mungkin. Aku duduk bengong di depan meja resepsionis. Sampai satu persatu berdatangan, termasuk si empunya meja. Aku meminta bantuan resepsionis tuk menghubungi Hrd yang menghubungiku kemarin. Ternyata dia belum datang. Aku menunggu lagi.

Beberapa menit kemudian, aku kembali memnita si resepsionis tuk menghubungi kembali si Hrd. Kemudian dia menyerahkan gagang telepon ke padaku, lalu tersengar suara “Lho, memang saya sudah menyuruh Mbak untuk datang pagi ini ya? Kok saya tidak merasa ya?”