Wednesday, July 26, 2006

Being Nice Person

Be nice person", kata-kata itu selalu terngiang di kepalaku. Sekaligus menjadikan salah satu pemicu bagi diriku untuk selalu berusaha untuk berperilaku menyenangkan di hadapan semua orang. Tapi, sayangnya tidak semua orang mampu mengartikan maksud itu.


Aku masih ingat saat pertama kali melangkahkan kaki ke tempat ini. Saat itu aku berharap akan mendapatkan sahabat-sahabat baru di sini. Berbekalkan sebuah artikel yang ditulis pada sebuah majalah wanita, aku mencoba untuk bersikap sebaik mungkin. Seramah mungkin, agar kelak aku mendapatkan banyak teman di sini.


Dalam majalah itu ditulis, "Cobalah berbaik hati pada orang di sekitar Anda, tawarkan bantuan, atau kerjakan sesuatu tanpa harus menunggu perintah." "Yah, aku melakukannya." Tersenyum dan mencoba ramah pada semua orang, menawarkan beberapa bantuan pada orang-orang di sekelilingku dan mengerjakan sesuatu yang dapat kulakukan tanpa harus disuruh. Namun itulah awal kesalahanku.


Untuk berada di lingkungan baru, kita juga diminta untuk bersikap fleksibel. "Kita belum tahu karakter orang-orang di sekeliling kita, maka bersikaplah berhati-hati. Bila mereka mengajak Anda bercanda, atau meledek Anda bahkan dengan sedikit celaan sebaiknya Anda terima." Dan inilah salah satu kesalahan terbesarku.


"Bila teman Anda senang bergosip, mungkin Anda perlu mendengarkannya tanpa harus terlibat di dalamnya. Namun, bila sudah berjalan selama beberapa bulan Anda juga perlu membuka diri. Ungkapkan pendapat Anda tentang gosip yang ia sampaikan, asalkan jangan sampai berlebihan." Makanya, saaat salah seorang temanku ngajak nggosip aku mencoba memberikan pendapatku, meski tetap berusaha bersikap netral. Dan ini satu lagi kesalahanku.


Semua usaha yang kulakukan berdasarkan saran dari majalah wanita itu rupanya justru menyeretku semakin dalam ke masalah yang tak kunjung usai. Ternyata teman-temanku justru memanfaatkan keadaan itu. karena aku dianggap ringan tangan, kini bukannya meminta "bantuan" tapi memintaku melakukan sesuatu dengan nada lebih cenderung 'menyuruh'. Jadilah aku orang yang seringkali disuruh-suruh dan bukan orang yang dimintai "bantuan." Bahkan tak jarang mereka memarahiku bila aku tak mau melakukan pekerjaan itu,"@&%#*!"


Sikap mengalahku dan kepasarahanku ketika dicela pun semakin menguatkan dominasi mereka. "OH NO!" Bila saja mereka hanya mencela, ya m e n c e l a sambil bercanda aku tak akan sakit hati. Aku sudah terbiasa dijadikan bahan celaan dan aku tak keberatan. Tapi kali ini semua kuanggap k e t e r l a l u a n. Kini yang hadir buakn berupa celaan melainkan sindirian. Sindiran yang menurutku sangat menyebalkan, bahkan untuk sesuatu yang tak kulakukan.


Sikap pasrahku ternyata diartikan lain, bukannya menjadi semakin baik mereka malah semakin menjajahku dalam segala bidang. Bahkan untuk menentukan pakaian dalam yang kubeli pun, mereka selalu turut campur. " O M G!"


Hari ini aku memulai lagi hariku yang baru. Mungkin punya banyak teman dan menyenangkan semua orang memang enak. Merasa nyaman dengan jadi diri sendiri saja sepertinya lebih baik. Lagipula sulit rasanya ntuk dapat menyenangkan semua orang yang penting sekarang aku nyaman dengan diriku sendiri.


Be nice person", kata-kata itu selalu terngiang di kepalaku. Sekaligus menjadikan salah satu pemicu bagi diriku untuk selalu berusaha untuk berperilaku menyenangkan di hadapan semua orang. Tapi, sayangnya tidak semua orang mampu mengartikan maksud itu.


Aku masih ingat saat pertama kali melangkahkan kaki ke tempat ini. Saat itu aku berharap akan mendapatkan sahabat-sahabat baru di sini. Berbekalkan sebuah artikel yang ditulis pada sebuah majalah wanita, aku mencoba untuk bersikap sebaik mungkin. Seramah mungkin, agar kelak aku mendapatkan banyak teman di sini.


Dalam majalah itu ditulis, "Cobalah berbaik hati pada orang di sekitar Anda, tawarkan bantuan, atau kerjakan sesuatu tanpa harus menunggu perintah." "Yah, aku melakukannya." Tersenyum dan mencoba ramah pada semua orang, menawarkan beberapa bantuan pada orang-orang di sekelilingku dan mengerjakan sesuatu yang dapat kulakukan tanpa harus disuruh. Namun itulah awal kesalahanku.


Untuk berada di lingkungan baru, kita juga diminta untuk bersikap fleksibel. "Kita belum tahu karakter orang-orang di sekeliling kita, maka bersikaplah berhati-hati. Bila mereka mengajak Anda bercanda, atau meledek Anda bahkan dengan sedikit celaan sebaiknya Anda terima." Dan inilah salah satu kesalahan terbesarku.


"Bila teman Anda senang bergosip, mungkin Anda perlu mendengarkannya tanpa harus terlibat di dalamnya. Namun, bila sudah berjalan selama beberapa bulan Anda juga perlu membuka diri. Ungkapkan pendapat Anda tentang gosip yang ia sampaikan, asalkan jangan sampai berlebihan." Makanya, saaat salah seorang temanku ngajak nggosip aku mencoba memberikan pendapatku, meski tetap berusaha bersikap netral. Dan ini satu lagi kesalahanku.


Semua usaha yang kulakukan berdasarkan saran dari majalah wanita itu rupanya justru menyeretku semakin dalam ke masalah yang tak kunjung usai. Ternyata teman-temanku justru memanfaatkan keadaan itu. karena aku dianggap ringan tangan, kini bukannya meminta "bantuan" tapi memintaku melakukan sesuatu dengan nada lebih cenderung 'menyuruh'. Jadilah aku orang yang seringkali disuruh-suruh dan bukan orang yang dimintai "bantuan." Bahkan tak jarang mereka memarahiku bila aku tak mau melakukan pekerjaan itu,"@&%#*!"


Sikap mengalahku dan kepasarahanku ketika dicela pun semakin menguatkan dominasi mereka. "OH NO!" Bila saja mereka hanya mencela, ya m e n c e l a sambil bercanda aku tak akan sakit hati. Aku sudah terbiasa dijadikan bahan celaan dan aku tak keberatan. Tapi kali ini semua kuanggap k e t e r l a l u a n. Kini yang hadir buakn berupa celaan melainkan sindirian. Sindiran yang menurutku sangat menyebalkan, bahkan untuk sesuatu yang tak kulakukan.


Sikap pasrahku ternyata diartikan lain, bukannya menjadi semakin baik mereka malah semakin menjajahku dalam segala bidang. Bahkan untuk menentukan pakaian dalam yang kubeli pun, mereka selalu turut campur. " O M G!"


Hari ini aku memulai lagi hariku yang baru. Mungkin punya banyak teman dan menyenangkan semua orang memang enak. Merasa nyaman dengan jadi diri sendiri saja sepertinya lebih baik. Lagipula sulit rasanya ntuk dapat menyenangkan semua orang yang penting sekarang aku nyaman dengan diriku sendiri.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home